Pelecehan seksual marak, DPR didesak tetapkan RUU Kekerasan Seksual
Kamis, 23 Januari 2014 11:22 WIB Editor: Fatkhul Aziz
(Foto: ILUSTRASI) : Aksi pelecehan seksual kian marak terjadi di Indonesia. LBH Keadilan mendesak DPR RI agar segera mengesahkan RUU Kekerasan Seksual. |
LENSAINDONESIA.COM: Aksi pelecehan seksual kian marak terjadi di Indonesia. Berdasar data Komnas Perempuan, telah terjadi 91.311 peristiwa kekerasan seksual sepanjang 1998-2010.
Melihat kondisi ini, LBH Keadilan menilai jika saat ini tidak ada lagi tempat aman bagi perempuan. Di kendaraan umum, penumpang perempuan menjadi korban pelecehan seksual. Begitu pula di tempat kerja lima pekerja perempuan juga dilecehkan.
“Peristiwa pelecehan seksual juga tidak sedikit yang terjadi di lembaga pendidikan. Bahkan di rumah yang semestinya menjadi tempat paling aman bagi perempuan,” kata Halimah Humayrah Tuanaya, Direktur Advokasi LBH Keadilan dalam surat elektroniknya pada LICOM, Kamis (23/01/2014).
Halimah juga kembali mengungkapkan beberapa peristiwa pelecehan seksual yang sempat terjadi. Misalnya, pelecehan seksual yang menimpa YF (29) saat menaiki Bus Trans Jakarta jurusan Pulogadung-Harmoni dari depan RSI Cempaka Putih.
Saat tiba di halte Atrium Senen, YF pingsan karena penyakit asmanya kambuh. Petugas kemudian menurunkan YF di halte Harmoni dan memanggil 4 orang rekannya untuk mengobati.
Petugas berinsial ED kemudian membawanya ke ruang genset yang berada di belakang halte. Dan kemudian ketiga temannya menyusul. Saat YF sadar, kondisi pakaiannya tersingkap, dan kemudian berteriak meminta tolong.
Polisi yang kebetulan sedang berjaga di lokasi tersebut langsung menuju ke ruang genset dan mengamankan 4 orang pria tersebut.
Di hari yang sama, lima perempuan yang merupakan karyawan dari sebuah media nasional melaporkan dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan atasan mereka berinisial F ke Polda Metro Jaya.
Tidak hanya merasa harga dirinya dilecehkan, salah satu korban bahkan mengalami depresi berat dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Pelaku melakukan pelecehan seksual kepada para korban itu pada Maret hingga Desember 2013. Para korban sendiri saat itu tidak berani berteriak atau melaporkan pelaku secara langsung karena merasa ketakutan dan malu serta tidak adanya saksi ketika pelaku melakukan pelecehan tersebut.
“LBH Keadilan mengecam peristiwa pelecehan seksual tersebut. Petugas pengamanan yang seharusnya menjadi pelindung setiap pengguna Bus Trans Jakarta justru sebaliknya melakukan pelecehan seksual. F sebagai atasan lima pekerja perempuan yang seharusnya menjadi pembimbing dan menjadi contoh juga justru melakukan pelecehan seksual,” tandas Halimah.
LBH Keadilan mengapresiasi korban YF dan 5 pekerja perempuan yang telah dengan berani melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya. Tidak banyak perempuan korban yang berani melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya karena berbagai sebab.
“LBH Keadilan berpendapat, aparat kepolisian sudah seharusnya memproses laporan para korban pelecehan dengan segera. Proses yang lama sama artinya menunda korban untuk segera bisa mendapatkan keadilan,” sambung Halimah.
LBH Keadilan juga mendesak DPR RI untuk melakukan pembahasan RUU Kekerasan Seksual dan mensahkan RUU KUHP yang berperspektif perempuan.
“KUHP saat ini masih menempatkan kekerasan seksual sebagai perbuatan yang terkait dengan kesusilaan. KUHP yang akan datang harus memasukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan dua UU tersebut diharapkan perempuan korban kekerasan seksual akan mendapatkan keadilan sesuai dengan harapan,” pungkas Halimah.@licom
Melihat kondisi ini, LBH Keadilan menilai jika saat ini tidak ada lagi tempat aman bagi perempuan. Di kendaraan umum, penumpang perempuan menjadi korban pelecehan seksual. Begitu pula di tempat kerja lima pekerja perempuan juga dilecehkan.
“Peristiwa pelecehan seksual juga tidak sedikit yang terjadi di lembaga pendidikan. Bahkan di rumah yang semestinya menjadi tempat paling aman bagi perempuan,” kata Halimah Humayrah Tuanaya, Direktur Advokasi LBH Keadilan dalam surat elektroniknya pada LICOM, Kamis (23/01/2014).
Halimah juga kembali mengungkapkan beberapa peristiwa pelecehan seksual yang sempat terjadi. Misalnya, pelecehan seksual yang menimpa YF (29) saat menaiki Bus Trans Jakarta jurusan Pulogadung-Harmoni dari depan RSI Cempaka Putih.
Saat tiba di halte Atrium Senen, YF pingsan karena penyakit asmanya kambuh. Petugas kemudian menurunkan YF di halte Harmoni dan memanggil 4 orang rekannya untuk mengobati.
Petugas berinsial ED kemudian membawanya ke ruang genset yang berada di belakang halte. Dan kemudian ketiga temannya menyusul. Saat YF sadar, kondisi pakaiannya tersingkap, dan kemudian berteriak meminta tolong.
Polisi yang kebetulan sedang berjaga di lokasi tersebut langsung menuju ke ruang genset dan mengamankan 4 orang pria tersebut.
Di hari yang sama, lima perempuan yang merupakan karyawan dari sebuah media nasional melaporkan dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan atasan mereka berinisial F ke Polda Metro Jaya.
Tidak hanya merasa harga dirinya dilecehkan, salah satu korban bahkan mengalami depresi berat dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Pelaku melakukan pelecehan seksual kepada para korban itu pada Maret hingga Desember 2013. Para korban sendiri saat itu tidak berani berteriak atau melaporkan pelaku secara langsung karena merasa ketakutan dan malu serta tidak adanya saksi ketika pelaku melakukan pelecehan tersebut.
“LBH Keadilan mengecam peristiwa pelecehan seksual tersebut. Petugas pengamanan yang seharusnya menjadi pelindung setiap pengguna Bus Trans Jakarta justru sebaliknya melakukan pelecehan seksual. F sebagai atasan lima pekerja perempuan yang seharusnya menjadi pembimbing dan menjadi contoh juga justru melakukan pelecehan seksual,” tandas Halimah.
LBH Keadilan mengapresiasi korban YF dan 5 pekerja perempuan yang telah dengan berani melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya. Tidak banyak perempuan korban yang berani melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya karena berbagai sebab.
“LBH Keadilan berpendapat, aparat kepolisian sudah seharusnya memproses laporan para korban pelecehan dengan segera. Proses yang lama sama artinya menunda korban untuk segera bisa mendapatkan keadilan,” sambung Halimah.
LBH Keadilan juga mendesak DPR RI untuk melakukan pembahasan RUU Kekerasan Seksual dan mensahkan RUU KUHP yang berperspektif perempuan.
“KUHP saat ini masih menempatkan kekerasan seksual sebagai perbuatan yang terkait dengan kesusilaan. KUHP yang akan datang harus memasukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan dua UU tersebut diharapkan perempuan korban kekerasan seksual akan mendapatkan keadilan sesuai dengan harapan,” pungkas Halimah.@licom
Berita LBH KEADILAN Lainya :
Tidak Ada Tempat Aman Bagi Perempuan; Bahas segera RUU Kekerasan Seksual, sahkan RUU KUHP yang berprespektif Perempuan
Tidak Ada Tempat Aman Bagi Perempuan, LBH Keadilan Usulkan UU Kekerasan Seksual
http://radaronline.co.id/2014/01/23/tidak-ada-tempat-aman-bagi-perempuan-lbh-keadilan-usulkan-uu-kekerasan-seksual/
Keberadaan UU Kekerasan Seksual Makin Mendesak
http://kabar3.com/news/2014/01/keberadaan-uu-kekerasan-seksual-makin-mendesak#.UuJ26vv-LDc
http://radaronline.co.id/2014/01/23/tidak-ada-tempat-aman-bagi-perempuan-lbh-keadilan-usulkan-uu-kekerasan-seksual/
Keberadaan UU Kekerasan Seksual Makin Mendesak
http://kabar3.com/news/2014/01/keberadaan-uu-kekerasan-seksual-makin-mendesak#.UuJ26vv-LDc
0 Response to "Pelecehan seksual marak, DPR didesak tetapkan RUU Kekerasan Seksual"
Posting Komentar