Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2025, Atur Perlindungan dan Penghargaan Khusus Bagi Justice collaborator atau Saksi Pelaku


Pemerintah Republik Indonesia secara resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan Bagi Saksi Pelaku. Peraturan ini ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto pada tanggal 8 Mei 2025 dan diundangkan pada tanggal yang sama.

Penerbitan PP ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi saksi pelaku atau Justice collaborator dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta menjamin hak-hak mereka yang telah berstatus sebagai narapidana. Regulasi ini juga mengatasi belum adanya pengaturan komprehensif mengenai penanganan khusus dan pemberian penghargaan bagi saksi pelaku dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya. Selain itu, PP ini merupakan bentuk pelaksanaan Pasal 10A Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014.

Dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama. Saksi Pelaku berhak mendapatkan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.

Bentuk Penanganan Khusus dan Penghargaan

Penanganan secara khusus yang diatur dalam PP ini meliputi:

  • Pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara Saksi Pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.
  • Pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan dan penuntutan.
  • Pemberian kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.

Sementara itu, penghargaan atas kesaksian yang diberikan dapat berupa:

  • Keringanan penjatuhan pidana.
  • Pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana. Remisi tambahan ini diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan di bidang imigrasi dan pemasyarakatan. Keringanan penjatuhan pidana juga dapat mencakup pidana percobaan, pengawasan, kerja sosial, bersyarat khusus, atau pidana paling ringan di antara terdakwa lainnya.

Prosedur Permohonan

Untuk mendapatkan penanganan khusus, tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya dapat mengajukan permohonan kepada penyidik, penuntut umum, atau pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, baik secara elektronik maupun nonelektronik.

Persyaratan permohonan mencakup syarat substantif dan administratif. Syarat substantif meliputi sifat pentingnya keterangan yang diberikan dalam mengungkap tindak pidana dan bukan sebagai pelaku utama. Jika ada aset dari tindak pidana, Saksi Pelaku juga harus bersedia mengembalikan aset tersebut. Syarat administratif antara lain identitas, surat pernyataan bukan pelaku utama, surat pernyataan mengakui perbuatan, bersedia bekerja sama dan mengungkap tindak pidana, serta tidak melarikan diri.

Penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK akan melakukan pemeriksaan administratif dalam waktu paling lama 5 hari kerja, dilanjutkan dengan pemeriksaan substantif paling lama 30 hari, dengan kemungkinan perpanjangan 30 hari. Penanganan khusus juga dapat diberikan berdasarkan penilaian penyidik, penuntut umum, atau majelis hakim tanpa permohonan.

--------

The Government of the Republic of Indonesia officially issued Government Regulation (PP) Number 24 of 2025 concerning the Special Handling and Rewarding of Perpetrator Witnesses. This regulation was signed by the President of the Republic of Indonesia, Prabowo Subianto, on May 8, 2025, and promulgated on the same date.


The issuance of this PP aims to provide legal certainty and justice for perpetrator witnesses or Justice collaborators in the investigation, prosecution, and examination processes in court, as well as to guarantee the rights of those who have the status of convicts. This regulation also addresses the absence of comprehensive regulations regarding the special handling and rewarding of perpetrator witnesses in previous laws and regulations. In addition, this PP is a form of implementation of Article 10A of Law Number 13 of 2006 concerning the Protection of Witnesses and Victims, which has been amended by Law Number 31 of 2014.


In this regulation, a Perpetrator Witness is a suspect, defendant, or convict who cooperates with law enforcement to uncover a crime in the same case. Witnesses have the right to receive special treatment in the examination process and awards for their testimony.


Forms of Special Handling and Awards

Special handling regulated in this PP includes:

- Separating places of detention or places of serving sentences between Witnesses and suspects, defendants, and/or prisoners whose crimes have been revealed.

- Separating the filing of files between Witnesses and suspects and defendants in the investigation and prosecution process.

- Providing testimony in court without directly facing the defendant whose crimes have been revealed.


Meanwhile, awards for the testimony given can be in the form of:

- Less sentencing.

- Conditional release, additional remission, and other prisoner rights by the provisions of laws and regulations for Witnesses who have the status of prisoners. This additional remission is given by the minister who organizes government affairs in immigration and corrections. Leased sentencing can also include probation, supervision, community service, special parole, or the lightest sentence among other defendants.


Application Procedure


To obtain special treatment, suspects, defendants, or their attorneys can apply to investigators, public prosecutors, or the head of the Witness and Victim Protection Agency (LPSK). The application is submitted in writing in Indonesian, either electronically or non-electronically.


Application requirements include substantive and administrative requirements. Substantive requirements include the importance of information in revealing the crime and not being the main perpetrator. If there are assets from the crime, the Witness Perpetrator must also be willing to return the assets. Administrative requirements include identity, a statement letter that they are not the main perpetrator, admitting the act, being willing to cooperate and reveal the crime, and not running away.


Investigators, public prosecutors, or the head of LPSK will conduct an administrative examination within a maximum of 5 working days, followed by a substantive examination for a maximum of 30 days, with the possibility of an extension of 30 days. Special handling can also be given based on the assessment of the investigator, public prosecutor, or panel of judges without a request.

Download PP

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2025, Atur Perlindungan dan Penghargaan Khusus Bagi Justice collaborator atau Saksi Pelaku"

Posting Komentar