Marak Kekerasan Seksual, Tangsel Tak Layak Disebut Kota Ramah Anak

RMOL. Tangerang Selatan sudah tidak pantas lagi menyandang status sebagai Kota Layak Anak. Karena kini sudah menjadi kota yang tidak ramah atau bahkan berbahaya bagi anak-anak.

"Bisa dibayangkan, jika dalam kurun waktu sebulan, terjadi 6 kekerasan seksual terhadap anak. Maka berarti dalam lima hari telah terjadi satu kekerasan seksual. Dengan demikian dalam satu tahun bisa terjadi 72 kasus kekerasan seksual. Ini sangat berbahaya," Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, (Selasa, 16/5).

Enam peristiwa pencabulan anak di bawah umur tersebut adalah kasus pencabulan oleh tukang ojek terhadap anak berusia 6 tahun saat mengantarnya ke sekolah; kasus pencabulan oleh penjual soto terhadap anak berusia 7 dan 6 tahun; dan kasus pencabulan oleh pemulung yang merupakan tetangga atas anak berusia 3 tahun.

Tiga kasus lainnya adalah pencabulan di sebuah hotel di Ciputat; pencabulan anak berusia 17 tahun di Serpong; dan kasus pencabulan guru home schooling atas atas anak didiknya  berusia 14 tahun.

"Atas maraknya pencabulan, LBH Keadilan menyampaikan keprihatinannya. LBH Keadilan mengapresiasi Polres Tangerang Selatan yang telah mengungkap 6 peristiwa tersebut," ucapnya.

Menurutnya, selain peran orang tua dan masyarakat, maraknya kekerasan seksual juga menjadi tanggung  jawab Pemerintah Kota Tangerang Selatan sebagai sebagai aktor negara yang berkewajiban melakukan pengormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagaimana telah dimandatkan UU Perlindungan Anak 23/2002 dan UU 35/2014.

Karena itu, LBH Keadilan mempertanyakan kerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPMPPPAKB) Kota Tangsel dan juga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota  Tangsel sebagai institusi yang dibentuk oleh Walikota.

"Jadi selama ini apa kerja dua institusi itu?" katanya mempertanyakan.

LBH Keadilan juga mempertanyakan kerja Satgas Perlindungan Anak yang kerap dibanggakan Pemerintah Kota Tangsel. Hamim mengingatkan jangan hanya membentuk kemudian dicatatakan di MURI atau seremonial lainnya saja yang dilakukan. 

"Kerjanya harus jelas, melakukan apa saja dan seterusnya. Apakah petugas yang menjadi Satgas sudah mengikuti peningkatan kapasitas, dilatih pengetahuan tentang anak. Sekali lagi jangan hanya bagus pada tataran kebijakan saja. Penting juga untuk diperhatikan impelementasinya," pungkasnya. [zul] 

Sumber: http://nusantara.rmol.co/read/2017/05/16/291640/Marak-Kekerasan-Seksual,-Tangsel-Tak-Layak-Disebut-Kota-Ramah-Anak-


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Marak Kekerasan Seksual, Tangsel Tak Layak Disebut Kota Ramah Anak"

Posting Komentar