LBH Keadilan: Penangkapan Advokat Ancaman Bagi Pekerja Hukum
"Buntut dari tindakan represif aparat kepolisian dalam upaya pengukuran paksa tanah warga"
LBH Keadilan menyayangkan penangkapan
Advokat LBH Jakarta, Hendra Supriyatna, oleh aparat Polres Jakarta
Timur. Penangkapan ini dinilai sebagai ancaman bagi pekerja bantuan
hukum dalam menjalankan kewajibannya yang telah diamanatkan dalam UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, mengatakan pihaknya mengutuk tindakan aparat Polres Jakarta Timur dan meminta Menteri Hukum dan HAM sebagai penyelenggara bantuan hukum menyampaikan protes kepada Kapolri.
Abdul Hamim mengatakan, Pasal 9 UU No. 16 Tahun 2011 menyakan bahwa “pemberi bantuan hukum mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum”.
“Oleh sebab itu kami mendukung langkah LBH Jakarta yang akan melaporkan dugaan penganiayaan dalam penangkapan Hendra,” katanya, Kamis (18/12).
Abdul Hamim mengatakan, meski saat ini Hendra telah dilepaskan, tindakan aparat Polres Jakarta Timur membuktikan bahwa aparat kepolisian tidak memahami UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dan UU dan UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Sebelumnya, upaya pengukuran paksa tanah warga di Jalan Pemuda RT 02 dan RT 03, RW 02 Rawamangun Jakarta Timur oleh BPN berujung ricuh, Rabu (17/12). Kericuhan tersebut diawali oleh klaim sepihak yang dilakukan oleh william Silitonga yang mengakui tanah warga Jalan Pemuda. Pengukuran tersebut melibatkan pihak kepolisian dari Polres Jakarta Timur yang melakukan tindakan represif kepada warga yang mempertahankan haknya.
Buntut dari tindakan represif aparat kepolisian tersebut menyebabkan 6 orang warga terluka, 3 diantaranya harus dibawa ke Rumah Sakit. Selain warga yang terluka, aparat Kepolisian dari Polres Jakarta Timur juga menangkap secara paksa Pengacara Publik LBH Jakarta, Hendra Supriyatna, yang menjadi kuasa hukum warga Jalan Pemuda Rawamangun.
Dirketur LBH Jakarta Febi Yonesta mengatakan bahwa ini merupakan kasus perdata. Menurutnya, tindakan penyidikan dan pengukuran tanah warga oleh Polres Jakarta Timur yang semata-mata didasarkan klaim sepihak William Silitonga, tidak dapat dibenarkan secara hukum.
Berdasarkan hukum, lanjut Febi, harus ada penyelesaian sengketa keperdataan antara William Silitonga dengan warga Rawamangun terlebih dahulu sebelum Polisi melakukan tindakan penyidikan, pengukuran, hingga melakukan penangkapan. Bahkan, warga di Jalan Pemuda Rawamangun juga memiliki bukti kepemilikan tanah. Selain sertifikat, warga memiliki bukti pembayaran pajak.
“Untuk itu kericuhan yang terjadi hari ini seharusnya bisa dihindari jika aparat kepolisian mampu memahami posisi hukum yang berlaku,” ujarnya.
Febi menegaskan bahwa peristiwa di Rawamangun ini membuktikan Polres Jakarta Timur menjadi mesin kriminalisasi pesanan mafia tanah. “Tidak ada dasar hukumnya Pengacara LBH Jakarta yang menjadi Kuasa Hukum warga, ditangkap hanya karena menanyakan surat tugas pengukuran tanah,” tandasnya.
Ketua Pengurus LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, mengatakan pihaknya mengutuk tindakan aparat Polres Jakarta Timur dan meminta Menteri Hukum dan HAM sebagai penyelenggara bantuan hukum menyampaikan protes kepada Kapolri.
Abdul Hamim mengatakan, Pasal 9 UU No. 16 Tahun 2011 menyakan bahwa “pemberi bantuan hukum mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum”.
“Oleh sebab itu kami mendukung langkah LBH Jakarta yang akan melaporkan dugaan penganiayaan dalam penangkapan Hendra,” katanya, Kamis (18/12).
Abdul Hamim mengatakan, meski saat ini Hendra telah dilepaskan, tindakan aparat Polres Jakarta Timur membuktikan bahwa aparat kepolisian tidak memahami UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dan UU dan UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Sebelumnya, upaya pengukuran paksa tanah warga di Jalan Pemuda RT 02 dan RT 03, RW 02 Rawamangun Jakarta Timur oleh BPN berujung ricuh, Rabu (17/12). Kericuhan tersebut diawali oleh klaim sepihak yang dilakukan oleh william Silitonga yang mengakui tanah warga Jalan Pemuda. Pengukuran tersebut melibatkan pihak kepolisian dari Polres Jakarta Timur yang melakukan tindakan represif kepada warga yang mempertahankan haknya.
Buntut dari tindakan represif aparat kepolisian tersebut menyebabkan 6 orang warga terluka, 3 diantaranya harus dibawa ke Rumah Sakit. Selain warga yang terluka, aparat Kepolisian dari Polres Jakarta Timur juga menangkap secara paksa Pengacara Publik LBH Jakarta, Hendra Supriyatna, yang menjadi kuasa hukum warga Jalan Pemuda Rawamangun.
Dirketur LBH Jakarta Febi Yonesta mengatakan bahwa ini merupakan kasus perdata. Menurutnya, tindakan penyidikan dan pengukuran tanah warga oleh Polres Jakarta Timur yang semata-mata didasarkan klaim sepihak William Silitonga, tidak dapat dibenarkan secara hukum.
Berdasarkan hukum, lanjut Febi, harus ada penyelesaian sengketa keperdataan antara William Silitonga dengan warga Rawamangun terlebih dahulu sebelum Polisi melakukan tindakan penyidikan, pengukuran, hingga melakukan penangkapan. Bahkan, warga di Jalan Pemuda Rawamangun juga memiliki bukti kepemilikan tanah. Selain sertifikat, warga memiliki bukti pembayaran pajak.
“Untuk itu kericuhan yang terjadi hari ini seharusnya bisa dihindari jika aparat kepolisian mampu memahami posisi hukum yang berlaku,” ujarnya.
Febi menegaskan bahwa peristiwa di Rawamangun ini membuktikan Polres Jakarta Timur menjadi mesin kriminalisasi pesanan mafia tanah. “Tidak ada dasar hukumnya Pengacara LBH Jakarta yang menjadi Kuasa Hukum warga, ditangkap hanya karena menanyakan surat tugas pengukuran tanah,” tandasnya.
0 Response to "LBH Keadilan: Penangkapan Advokat Ancaman Bagi Pekerja Hukum"
Posting Komentar